adinda.m
2 min readFeb 1, 2021

--

|SEPUCUK DOA

Kau mengejar apa hari ini? Asa, angan, dan harapan?

Lalu besok?

Hey, kau tau? Cukuplah bagimu bagianmu hari ini dan esok untuk hari esok.

Kau tau lagi? Dunia tak akan pernah berimu kepuasan selain puas atas rasa sakit dan benci.

Apa kau boleh menyerah? Boleh, silakan.

Terkadang kau harus menyerah untuk hal-hal yang membuatmu terpuruk, kau harus menyerah kepada tempat yang membuatmu kehilangan siapa kamu.

Rehat, pikirkan dulu, menyerah atau lanjut? Duanya baik, tapi coba cari yang terbaik diantara yang baik.

Sulit? Coba kau berdoa.
Seseorang yang pernah kutemui di masa lalu pernah bilang,

“Kau tau din, Doa bisa mengubah segala sesuatu, jangan pernah meremehkan kuasa doa. Bicarakanlah dulu dengan Semesta, biar Dia dengar suara dari hatimu.”

Hari di mana aku mendengar kalimat itu adalah hari terberat dalam masa hidupku. Saat itu, aku tak lagi sanggup menahan kesedihan, kesakitan, dan rasa pahit di dalam hati yang tak juga sembuh. Peristiwa kelam dan traumatis saat itu memancing air mataku keluar, deras bagai aliran sungai.

Pada hari minggu di musim badai hidup itu, aku menjalankan kewajiban sekaligus kebiasaanku pergi ke rumah ibadat. Tapi hari itu sedikit berbeda, karena aku datang dengan sedikit harapan agar hatiku boleh kembali bersuka. Tapi sayangnya hal itu tidak terwujud, aku malah semakin hancur, lebur bagai sebongkah emas yang masuk ke dalam tungku perapian.

Memasuki nyanyian terakhir, entah ada angin dari mana, aku merasakan ketenangan, sebuah rasa tenang yang asing, ketenangan yang berbeda dari apa yang pernah aku rasakan sebelumnya. Di bait terakhir lagu itu, semua jemaat gereja diajak untuk berdiri. Seolah sudah lemas akan tangis, aku serasa ingin jatuh dan ambruk karena tak kuat lagi menopang tubuhku sendiri. Tapi sebuah pelukan hadir seolah menopangku, seolah berbisik ‘Aku paham, Aku mengerti, tenanglah’.

Di doa terakhir, doa pentup pribadi kepada Sang Pencipta, aku merasa seperti ombak yang sedang diterpa badai namun sesaat menjadi tenang. Diam, tenang, dan perlahan pulih.

Hari itu aku sadar tentang kenapa Tuhan menciptakan air mata. Suatu cara yang sangat manis, karena lewat air mata tak akan ada satu pun kebohongan tersirat dan lewat air mata pula beribu tembok keangkuhan yang besar dan kokoh bisa hancur.

Aku kembali teringat akan perkataan yang pernah dilontarkan oleh orang yang sama di masa itu,

“Semesta ga pernah bohong din, Dia ga bohong waktu Dia bilang Dia sayang sama lo"

Iya, Dia ga pernah berbohong.

--

--